Fenomena satu makhluk memakan makhluk homogen lainnya disebut kanibalisme menyerupai misalnya insan memakan insan yang pernah terjadi di dunia. Kadang hal tersebut disebut anthropophagus yang diambil dari bahasa yunani Bahasa Yunani anthrôpos artinya insan dan phagein berarti makan. Mungkin banyak dari kita yang sudah mengetahui di luar sana banayak sekali terjadi tradisi kanibal, menyerupai misalnya sekte aghory sadhu dimana mereka memakan mayit insan biar menyatu dengan dirinya yang sanggup kalian baca di anehdidunia.com. Bagaimana dengan Indonesia? apakah ada praktek semacam itu pernah terjadi? Ternyata jawabannya pernah! Berikut Praktek kehidupan kanibalisme yang pernah ada di Indonesia
Kanibalisme Untuk Hukuman Suku Korowai Papua Tahun 1970
Suku Korowai yaitu suku yang gres ditemukan keberadaannya sekitar 30 tahun yang kemudian di pedalaman Papua, Indonesia dan berpopulasi sekitar 3000 orang. Suku terasing ini hidup di rumah yang dibangun di atas pohon yang disebut Rumah Tinggi. Beberapa rumah mereka bahkan sanggup mencapai ketinggian hingga 50 meter dari permukaan tanah. Suku Korowai yaitu salah satu suku di daratan Papua yang tidak memakai koteka. Suku ini dipercaya masih kerap melaksanakan praktik kanibalisme hingga sekarang.
Foto Suku Korowai papua via simomot.com |
Masyarakat Korowai tidak mengonsumsi daging insan secara sembarangan. Sebab, menurut kepercayaan setempat, suku Korowai hanya membunuh insan yang dianggap melanggar aturan terhadap kepercayaan mereka. Misalnya, kalau seseorang diketahui sebagai tukang sihir atau disebut khuakhua. Warga yang dicurigai sebagai khuakhua akan diadili. Jika banyak bukti besar lengan berkuasa yang memberatkannya, beliau akan segera dibunuh dan dimakan. Anggota tubuh khuakhua yang mati akan dibagi-bagikan kepada semua warga. Otaknya akan dimakan selagi hangat. Orang yang membunuh khuakhua berhak menyimpan tengkoraknya.
Jadi, bagi masyarakat Korowai, membunuh dan memakan daging insan yaitu pecahan dari sistem peradilan pidana mereka. Setelah memakan habis tubuh khuakhua, mereka akan memukul-mukul dinding rumah tinggi mereka dengan kayu sambil bernyanyi semalaman. Sampai tahun 1970, mereka tidak mengetahui keberadaan setiap orang selain kelompok mereka dan dikala ini mereka telah berbaur dengan masyarakat sekitar hingga praktik kanibalisme sudah semakin menipis.
Kanibalisme Abad ke-12 Ditemukan Seorang Arkeolog Tahun 1935
Pengalaman yang sama dialami arkeolog Friedrich Schnitger. Ketika melaksanakan penelitian di Padang Lawas, Sumatra Selatan pada 1935, beliau menemukan peninggalan berupa sebuah candi yang dipercaya merupakan sisa-sisa kerajaan Poli kala ke-12. Menurutnya, kerajaan ini berasal dari sebuah sekte yang sangat mengerikan berjulukan Sekte Bhairawa. Sekte ini memuja dewa-dewa yang berwujud mengerikan, menyerupai iblis. Mereka mempunyai ritual memakan daging insan pada upacara pemujaan di kuburan.
Menurut Schnitger dalam “Reruntuhan Kerajaan Tak Bernama,” biasanya upacara ini dimulai beberapa jam sesudah matahari terbenam. Manusia-manusia hidup yang akan dikorbankan dibaringkan. Kemudian sang pendeta akan mengambil jantungnya, dan menuangkan darah ke sebuah tengkorak dan meminumnya hingga habis. “Sebelum kedatangan bangsa Eropa, kanibalisme yaitu hal lazim,” tulis Friedrich Schnitger, termuat dalam Sumatera Tempo Doeloe. “Seperti kami, siapa pun yang kenal betul dengan negeri dan penduduk Sumatera Utara niscaya paham bagaimana ilmu sihir, jampi-jampi, dan sejenisnya, memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat ini.”
Suku Kanibal Kalimantan Dalam Perjalanan Carl Bock Tahun 1870-an
Pendeta perempuan dari Dayak Tring karya lukis Carl Bock via nationalgeographic.co.id |
Carl Bock yaitu seorang penjelajah dari Norwegia yang terpukau melihat kebiasaan hidup salah satu suku di Kalimantan. Dahulu orang menyebutnya dengan Suku Dayak Tring. Orang-orang dari suku ini mempunyai kebiasaan memakan orang hingga dibenci oleh suku-suku di sekitarnya. Bahkan Sultan yang menguasai mitra itu meminta Carl Bock untuk pulang dan tidak melanjutkan perjalanannya.
Namun Carl Bock tetap bersikeras hingga alhasil bertemu dengan suku yang ia cari. Carl Bock alhasil sempat berbincang dengan perempuan pendeta dari suku tersebut. Ia menyampaikan kepada Carl Bock kalau pecahan talapak tangan yaitu pecahan terbaik yang sanggup disantap. Selain itu pecahan lutut dan otak merupakan sajian yang terlezat bagi suku Tring ini. Sahabat anehdidunia.com kisah perjalanan dari Carl Bock ini diterbitkan dalam sebuah buku The Head Hunters Borneo yang terbit di tahun 1879.
Lambat laun praktek kanibal di Indonesia semakin habis sesudah Belanda melarangnya. Hingga pada alhasil di kala ke-19 praktik mengerikan ini dianggap melanggar hukum. Di era modern menyerupai kini praktik kanibalisme mungkin sudah mulai hilang. Namun di beberapa tempat terutama di kawasan pelosok, kanibalisme masih dianggap sesuatu yang sakral. Karena praktik ini dianggap sebagai perwujudan perpindahan energi kehidupan.
Kisah Travel Ida Laura Reyer Pfeiffer Yang Nyaris Dimangsa Suku Kanibal Tahun 1852
Ida Laura yaitu seorang pelancong dari Eropa yang ingin tau dengan suku kanibal di Sumatra. Ia mengetahuinya dari sebuah pemberitaan koran hingga memutuskan hijrah jauh ke Sumatra. Akhirnya ia tiba di kawasan bersahabat Toba dan meminta izin penguasa setempat untuk melaksanakan riset dan perjalanan. Awalnya Ida disuruh mengurungkan niatnya namun ia tetap melaksanakan perjalanan dan didampingi oleh pemandu yang merupakan sewaannya.
Mereka alhasil tiba di bukit Silidong, bersahabat dengan Danau Toba. Di sana mereka dihadang oleh sekelompok orang bertombak. Ida selamat lantaran pemandu melaksanakan negosisasi dengan baik. Selanjutnya mereka bertemu lagi dengan laki-laki bertombak yang lebih ganas. Ida nyaris dibunuh meski ia selamat lagi. Sebelum suku itu melaksanakan kekerasan Ida berusaha berkata kalau dagingnya alot dan tidak enak. Akhirnya Ida justru diajak ke kampung suku itu dan menyaksikan pemandangan mengerikan. Dalam ceritanya, Ida menyampaikan kalau orang yang ditangkap akan diambil darahnya untuk diawetkan. Darah itu nantinya akan disantap dengan nasi. Selain darah daging juga akan dimasak dan dimakan bahu-membahu dalam program adat. Sungguh mengerikan!
Kanibalisme Sebagai Hukuman Bagi Orang yang Bersalah Tahun 1844
Selain sebagai sebuah ritual, kanibalisme juga dilakukan sebagai eksekusi bagi yang kalah perang atau melanggar peraturan. Seorang peneliti berjulukan Oscar von Kessel, melaksanakan penelitian perihal masyarakat Batak pada 1844. Menurutnya, masyarakat Batak menganggap kanibalisme sebagai perbuatan aturan bagi pelanggaran menyerupai pencurian, perzinaan, mata-mata, atau pengkhianatan. Garam, merica merah dan lemon harus disediakan oleh keluarga korban sebagai tanda mendapatkan keputusan eksekusi itu dan tidak lagi memikirkan balas dendam.
kanibal dari pedalaman Sumatera Utara via historia.id |
Marco Polo juga menulis kisah ini. Ia bertutur kalau sesudah dibunuh, mayit akan dimakan dikala itu juga. Sahabat anehdidunia.com dengan begitu eksekusi akan selesai dan tidak akan memikirkan lagi balas dendam yang dipandang menyusahkan. Dalam kasus lain, kanibalisme berlaku untuk seorang yang dituduh intel dan tawanan perang. “Mereka sanggup menangkap orang asing yang bukan berasal dari daerahnya, mereka akan menahan orang itu. Jika orang itu tidak sanggup menebus dirinya sendiri, mereka akan membunuhnya dan memakannya eksklusif di tempat,” tulis Marco Polo. “Itu yaitu kebiasaan yang sangat jelek dan menjijikan.”
Perjalanan Marcopolo Dari Italia Ke Sumatera Tahun 1292
Foto ilustrasi kanibalisme Sumatra 1292 via boombastis.com |
Berkunjung ke Indonesia pada 1292, Marco Polo, seorang penjelajah asal Venesia, Italia, sempat menyusuri pesisir Sumatra. Di tengah perjalanannya, beliau terkejut lantaran menyaksikan adanya masyarakat yang mengkonsumsi daging manusia. Ketika berada di kerajaan Dagroian, kawasan Pidie (Aceh), Marco Polo menyaksikan masyarakat kanibal di sana yang memakan daging kerabatnya yang sakit parah dan sudah tidak sanggup diselamatkan. “Ketika salah satu kerabat mereka jatuh sakit, mereka akan memanggil penyihir untuk tiba dan mencari tahu apakah si sakit sanggup sembuh atau tidak. Jika penyihir itu berkata bahwa si sakit akan mati, kerabat si sakit akan memanggil orang tertentu yang secara khusus membunuh si sakit.
Ketika beliau sudah mati, mereka akan memasaknya. Kemudian para kerabat akan berkumpul dan menyantap seluruh tubuh orang itu,” tulis Marco Polo, “Para Kanibal dan Raja-raja: Sumatera Utara pada 1290-an,” dimuat dalam Sumatera Tempo Doeloe karya Anthony Reid. “Menurut kepercayaan mereka,” catat Marco Polo, “jika ada satu pecahan saja yang tertinggal, pecahan tersebut akan mengeluarkan cacing-cacing yang akan mati kelaparan. Bersamaan dengan final hidup cacing-cacing itu, jiwa orang mati tadi akan mendatangkan dosa besar dan kesengsaraan. Itulah sebabnya mereka menyantap seluruh tubuh orang mati tadi.”
Kanibalisme di Nusantara berangsur-angsur menghilang sesudah pada 1890 pemerintah kolonial Belanda melarang segala bentuk kanibalisme Hindia Belanda. Kita berharap semoga di negeri tercinta kita ini, tidak ada lagi praktek kanibal mengerikan semacam ini.
referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kanibalisme
http://simomot.com/2014/08/30/mengenal-lebih-dekat-korowai-suku-kanibal-di-indonesia/
http://boombastis.com/kanibalisme-di-indonesia/47066
http://historia.id/kuno/kanibalisme-di-nusantara
0 Response to "Kehidupan Kanibalisme Yang Pernah Ada Di Indonesia"