Latest News

Kisaeng Perempuan Penghibur Jaman Dinasti Goryeo Dan Joseon

Sebutan Kisaeng, gisaeng atau ginyeo (기녀), yaitu perempuan yang berprofesi sebagai penghibur di Korea pada zaman Dinasti Goryeo dan Dinasti Joseon. Kisaeng bekerja untuk menghibur raja dan para bangsawan. Diperkirakan muncul semenjak zaman Dinasti Goryeo, Kisaeng umumnya yaitu penghibur yang dilegalkan pemerintah, yang juga terjun dalam banyak bidang pekerjaan lain. Sebagian besar kisaeng dipekerjakan di istana, yang lainnya dan tersebar di seluruh negeri. Kisaeng dilatih secara ketat dan umumnya sangat jago dalam bidang seni menyerupai menari, melukis, dan membaca puisi dan sajak. Walau begitu mereka sering diremehkan alasannya yaitu status sosialnya yang rendah. Kisaeng bekerja dalam banyak bidang selain menghibur, menyerupai di bidang kedokteran dan jahit menjahit. Dalam beberapa hal, kisaeng juga bekerja membantu tentara di sentra militer. Kisaeng dalam sejarah maupun dongeng fiksi, memainkan kiprah penting dalam budaya tradisional Korea pada masa lalu. 

Foto kisaeng via koreanhistory.info
Sejarah Nama Kisaeng
Tidak diketahui dengan terperinci awal mula sejarah kisaeng. Jarang sekali buku-buku sejarah kuno yang menuliskan klarifikasi panjang mengenai kisaeng. Catatan yang menyinggung wacana kisaeng sanggup ditemukan di kitab Goryeo-sa dan Joseon Wangjo Sillok serta cerita-cerita rakyat yang diturunkan dari verbal ke verbal semenjak zaman Dinasti Joseon. Beberapa teori yang mengusut asal-usul kisaeng dikemukakan oleh Dasan dan Yi-ik, sejarawan asal zaman Joseon. Kemungkinan Kisaeng berawal dari zaman Silla ketika sekelompok perempuan berbakat direkrut menjadi wonhwa (prajurit) untuk berperang. Ada pula teori kedua yang menyebutkan bahwa kisaeng berawal dari awal zaman Dinasti Goryeo ketika banyak sisa-sisa orang dari Baekje yang terlantar di seluruh negeri. Tidak terperinci apakah cara hidup nomaden masih dipraktekkan oleh kelompok masyarakat Baekje atau alasannya yaitu kondisi negeri yang belum stabil. Taejo, raja pertama Goryeo menimbulkan kelompok orang ini sebagai budak pemerintah alasannya yaitu dikhawatirkan akan mengganggu keamanan negara. Walau tak tersisa bukti-bukti yang cukup akurat, kemungkinan para kisaeng muncul dari kelas budak ini.

Kelas Sosial Kisaeng
Sejak dari zaman Dinasti Goryeo dan Joseon, kisaeng digolongkan ke dalam kelas cheonmin, kelas paling rendah dalam masyarakat bersama para tukang daging dan budak. Status sosial yaitu turunan, jadi anak dari kisaeng juga yaitu cheonmin, dan anak perempuan dari kisaeng pastinya akan menjadi kisaeng pula. Mulai di zaman Dinasti Goryeo, kantor pemerintahan di tiap distrik menyimpan data para kisaeng untuk memudahkan pengawasan. Hal sama berlaku untuk para budak lain. Kisaeng hanya sanggup bebas dari posisinya jikalau membayar uang yang cukup banyak kepada pemerintah, hal ini biasanya hanya bisa dilakukan oleh patron kaya, umumnya pegawai dari kantor pemerintahan.

Banyak kisaeng sangat berbakat dalam menciptakan puisi dan sejumlah sijo yang ditulis kisaeng masih tersisa. Karya mereka seringkali melukiskan rasa sakit hati dan putus cinta, serupa dengan tema puisi yang ditulis para cendekiawan dalam pengasingan. Selain itu, beberapa karya puisi kisaeng yang paling populer ditulis untuk meyakinkan para aristokrat untuk menghabiskan malam bersama. Sijo kemudian dikenal sebagai karya puisi kisaeng, sementara perempuan aristokrat berfokus pada karya gasa. Kisaeng yang dipekerjakan di kantor pemerintahan lokal dikenal sebagai gwan-gi, dengan statusnya dibedakan sekali dari budak lain yang juga dipekerjakan di istana. Mereka terdata secara terpisah pada data sensus. Kisaeng juga dianggap berkedudukan lebih tinggi dari budak walau bekerjsama mereka semua masuk ke kelas cheonmin. Karena itu, adakala dikatakan "memiliki badan di kelas bawah namun berpikir layaknya bangsawan."

Karir Seorang Kisaeng
Karier sebagian besar kisaeng sangat pendek, rata mencapai puncak pada usia 16 atau 17, dan sedikit yang diatas 22 tahun. Hanya sedikit kisaeng yang sanggup berkarir lebih usang dari umur tersebut. Untuk itulah kisaeng menerima pembinaan minimal semenjak usia 8 tahun. Semua kisaeng, bahkan yang tidak bekerja sebagai penghibur diwajibkan oleh undang-undang untuk pensiun pada usia 50. Prospek yang paling baik supaya kisaeng sanggup bertahan usang dalam karirnya yaitu dengan menjadi istri seorang pejabat tinggi pemerintahan. Namun untuk itu, mereka harus dibebaskan dulu dari kelas mereka, dimana hanya sedikit sekali pejabat atau pegawai di Joseon yang bisa mengeluarkan uang yang cukup banyak. Setelah karirnya meredup, para kisaeng kebanyakan akan bekerja di kedai minuman.

Sekolah Kisaeng tahun 1904 via flickr.com
Di periode simpulan Joseon, dibentuklah sistem 3 tingkatan. Tingkat tertinggi dimiliki oleh haengsu, yang menyanyi dan menari di pesta-pesta warga kelas atas. Kisaeng haengsu tidak diizinkan untuk menghibur hingga mereka berusia 30 tahun. Namun mereka juga sanggup bekerja di bidang lain menyerupai menciptakan pakaian dan meracik obat-obatan hingga mencapai usia 50 tahun. Haengsu umumnya bekerja di istana dan disebut seonsang. Mereka juga bertanggung jawab atas pembinaan kisaeng-kisaeng gres di tiap distrik. Kisaeng tingkat paling bawah yaitu samsu. Samsu dihentikan menampilkan tarian dan menyanyikan lagu karya haengsu. Sistem ini menyerupai layaknya pembagian kelas masyarakat Dinasti Joseon, runtuh di simpulan periode ke-19. Selama masa karirnya, beberapa kisaeng bisa memperoleh kekayaan yang cukup besar. Namun mereka harus membiayai sendiri pangan, pakaian dan kosmetiknya. .

Menjadi Seorang Kisaeng
Wanita sanggup menjadi kisaeng dengan aneka macam cara, sebagian besar yaitu putri dari kisaeng yang mewarisi status ibunya. Yang lain dijual ke gijeok oleh keluarga miskin yang tidak bisa memelihara anak-anaknya. Mereka inipun berasal dari kelas cheonmin (budak), namun adakala ada pula keluarga miskin dengan status lebih tinggi menjual anak mereka dengan cara ini. Pada beberapa kasus, bahkan perempuan kelas aristokrat (yangban) akan dijadikan kisaeng alasannya yaitu melanggar norma sopan-santun.

Pemerintah ikut andil dalam memajukan pendidikan dan kebudayaan, yang diawali dengan legalisasi gyobang, institusi pembinaan atau padepokan istana yang mencurahkan pembinaan musik dan tari untuk kisaeng-kisaeng gres (gwonbeon). Sistem ini berkembang pesat di periode simpulan Joseon. Kota Pyongyang populer akan sekolah-sekolah musik dan tari yang paling berkualitas dimana hingga masa penjajahan Jepang masih terdapat beberapa yang berlanjut beroperasi.

Kehidupan Sehari-hari Kisaeng

Foto kisaeng masih belia tahun 1910 via hiburanasia.blogspot.co.id
Sebagai budak pemerintah, kehidupan para kisaeng sangat diatur sedemikian rupa. Mereka dipantau oleh petugas yang melaksanakan penguasaan dan proteksi terhadap mereka, yang dinamakan hojang. Hojang memantau registrasi, memastikan supaya kisaeng tidak melarikan diri. Kisaeng pun harus terlebih dahulu memberitahukan hojang apabila ada seruan menghibur dari bangsawan. Kisaeng diharuskan mengikuti inspeksi 2 kali sebulan dan mendampingi petinggi yang mengunjungi distrik mereka. Mereka juga harus melaporkan kegiatan pengajaran musik dan tari.

Pimpinan tertinggi kisaeng di tiap gyobang dipegang oleh kisaeng haengsu. Saat ada duduk kasus yang terjadi antara seorang kisaeng dengan tamu, atau ketika seorang kisaeng dituduh melaksanakan tindak kejahatan, kisaeng haengsu biasanya menjadi penengah guna menuntaskan masalah. Selain itu, sebagian besar kisaeng mempunyai gibu atau "suami kisaeng", yang menyediakan proteksi dan pemberian ekonomi, menyerupai membelikan mereka kebutuhan sehari-hari. Gibu umumnya yaitu bekas prajurit perang atau abdi istana. Gibu semakin banyak muncul di simpulan periode Joseon. Permukiman kisaeng di simpulan periode Joseon biasanya terletak di sentra kota, pasar, atau tempat-tempat dengan pemandangan indah yang dilengkapi taman dan kolam.

Peran Kisaeng Dalam Politik dan Diplomasi
Kisaeng memainkan kiprah penting dalam politik Joseon. Mereka dipekerjakan untuk menghibur para tamu dari negeri tetangga, serta menemani mereka kalau sedang berkeliling negeri. Karena seringkali mempunyai kawasan perjuangan atau permukiman di kota, kisaeng termasuk di antara orang-orang yang paling tahu wacana informasi dan insiden penting. Oleh alasannya yaitu itu, mereka seringkali menjadi sumber kunci informasi. Contohnya melalui informasi yang dikumpulkan para kisaeng, tentara pemberontak Hong Gyeong-rae dengan gampang sanggup merebut benteng Jeongju pada periode ke-19. Saat banyak kota di Korea direbut Jepang pada ketika Invasi Jepang pada periode ke-16, kisaeng berperan penting mengumpulkan informasi dan menghibur jenderal perang. Salah seorang kisaeng yang berjulukan Non-gae diingat akan keberaniannya membunuh beberapa pemimpin invasi Jepang. Pada awal periode ke-20, beberapa kisaeng berpartisipasi dalam Pergerakan Kemeredekaan Korea sebagai pejuang kemerdekaan. Seorang kisaeng asal Daegu, Aengmu, dikenal sebagai penyumbang utama untuk Pergerakan Pelunasan Hutang Nasional di awal periode ke-20. Sekitar 50 orang kisaeng asal Jinju turut berperan serta dalam demonstrasi Pergerakan 1 Maret tahun 1919.

Kisaeng Modern
Sangat sedikit rumah-rumah atau padepokan kisaeng tradisional yang beroperasi di Korea, alasannya yaitu pelaku tradisi serta tari-tari sudah terlupakan selamanya. Beberapa perusahaan atau perkumpulan bisnis di Korea Selatan adakala mengundang para rekan bisnis absurd ke rumah kisaeng, namun kawasan yang dimaksud bukanlah menyerupai di zaman dahulu, namun dengan interpretasi yang lebih moderen.


referemsi:
/search?q=orang-tanpa-gelar-sarjana-sukses

0 Response to "Kisaeng Perempuan Penghibur Jaman Dinasti Goryeo Dan Joseon"

Total Pageviews